Nama Johan Silas sudah tidak asing lagi di
telinga para arsitek, urban planner dan ranah permukiman. Terutama di Surabaya.
Meskipun lahir di Samarinda dan besar di kota lain, Johan Silas mendedikasikan
sebagian besar hidupnya untuk pengembangan tata kota Surabaya dan keberlanjutan
lingkungan. Beliau yang sudah pensiun dari kegiatan mengajar di Arsitektur ITS
masih selalu sibuk dengan kegiatan perencanaan kota, pembenahan permukiman,
perbaikan kampung, dan semacamnya.Johan Silas juga masih belum bisa melepas
kegiatan berbagi ilmu dan informasi dengan dunia pendidikan. Ia masih menjadi
dosen pembantu untuk pasca sarjana Arsitek ITS. “Mengajar dan bertemu dengan
para mahasiswa itu kebagiaan tersendiri buat saya. Saya selalu berusaha
memberikan informasi terkini di dunia untuk anak-anak (mahasiswa). Mereka yang
akan meneruskan pengembangan kota dan lingkungan ini.”
Johan Silas selalu aktif menggerakkan dan
mengajak berbagai elemen baik dari pemerintahan, kalangan pendidikan dan warga
Surabaya untuk menjaga dan mengembangkan kelestarian kota Surabaya, terutama
kampung dan ruang terbuka hijaunya. Beliau merupakan salah satu pelopor program
perbaikan kampung, atau lebih dikenal dengan Kampung Improvement Program (KIP)
yang sudah dimulai sejak tahun 1968. “Kampung di Surabaya itu
menjadi identitas kota ini. Oleh karena itu kampung-kampung di Surabaya harus
dilestarikan, dijaga benar. Saya gak akan membiarkan kampung di kota ini hilang
karena adanya real estat dan pembangunan baru. Karakter masyarakat Surabaya itu
ada di kampung,” ujar Johan Silas di tengah kuliahnya.
Profesor yang sudah keliling dunia ini
selalu menegaskan bahwa kampung bisa mengangkat citra kota. Hal ini terbukti
dengan Surabaya yang sudah berulang kali mendapatkan penghargaan baik nasional
hingga internasional menjadi pioneer perbaikan kampung dengan mengubah citra
kampung yang miring. Masih banyak yang menganggap bahwa kampung identik dengan
wilayah yang padat penduduk, kotor, semrawut, bahkan kumuh. Saat ini justru
kampung-kampung di Surabaya berlomba untuk menjadi kampung unggulan dengan
berbagai karya dan prestasi mereka masing-masing. Johan Silas mengaku sangat
bangga karena kampung di Surabaya masih jauh relatif lebih baik daripada kota
besar lain seperti Jakarta dan kota besar lain.
Kepeduliannya terhadap lingkungan tidak
hanya diterapkan di Surabaya saja. Beliau masih aktif di berbagai organisasi yang concernterhadap
lingkungan, baik skala lokal dan internasional. Beberapa waktu lalu beliau
berkesempatan untuk merapatkan Habitat III di Jakarta.
“Seharusnya bukan saya dan teman-teman
yang sudah tua yang merumuskan ini. Kalian semua yang harusnya memulai dari
sekarang karena ini menyangkut keberlanjutan lingkungan sepuluh hingga dua
puluh tahun mendatang,” koar Johan Silas kepada para audience.
Johan Silas mengaku saat ini merasa
menjadi pensiunan super sibuk karena meskipun sudah berusia lanjut beliau masih
saja bepergian dari satu kota ke kota lain bahkan negara lain untuk memberikan
sumbangsih ide, kuliah dan ilmu kepada banyak kalangan terkait dengan tata
kota, pembangunan dan lingkungan yang berkelanjutan.
Saat ini, selain aktif berbagi ilmu di
perguruan tinggi dan instansi-instansi, Silas masih aktif menulis di berbagai
media dan masih menghasilkan beberapa buku. Pengetahuannya tentang perumahan,
permukiman, perkotaan, dan lingkungan dihasilkan dari di Inggris, Belanda,
Jepang, Prancis, dan Jerman dan menjadi konsultan sejumlah pemerintah daerah
dan lembaga-lembaga seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, dan
sebagainya.
Karya-karyanya sudah banyak yang terbit
hingga ke luar negeri, antara lain, Readings on Community Participation (IBRS),
Low Income Housing in Developing Countries (London), Land for Housing The Poor
(AIT), Housing Policy and Practice in Asia, Methodology for Land Market and
Housing Analysis (UCL London, 1993), Living and Working in Cities (HFB-Berlin,
1993) serta buku-buku lainnya.
0 Komentar